Senin, 16 Januari 2017

PENGARUH MEA TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA

PENGARUH MEA TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA

I.                   PEDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau dalam bahasa Inggris ASEAN Economic Community (AEC) telah direncanakan untuk dilaksanakan sejak satu dekade yang lalu pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur pada Desember 1997. Dimana pertemuan puncak antara pemimpin – pemimpin negara anggota ASEAN dalam hubungannya terhadap pengembangan ekonomi dan budaya antar negara – negara di Asia Tenggara. MEA memiliki sisi positif dan negatif bagi Indonesia. Sisi positifnya adalah dengan bebasnya arus barang dan jasa di negara anggota ASEAN akan memperluas pemasaran barang dan jasa dari Indonesia ke negara ASEAN lainnya sehingga dapat meningkatkan perekonomian di Indonesia. Sisi negatifnya dari MEA bagi Indonesia adalah konsekuensi penghapusan tarif dan non tarif diantara anggota ASEAN yang berpotensi menurunkan penerimaan pajak. Jenis pajak yang beresiko turun adalah pajak penghasilan (Pph) pasal 22 impor, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBm) impor.
Pajak merupakan perikatan yang timbul karena Undang – Undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat – syarat yang ditentukan oleh Undang – Undang untuk membayar sejumlah uang kepada negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatan suatu imbalan secara langsung dan dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran negara.  Pajak pada umumnya, merupakan sumber dana yang sangat strategis untuk membiayai kegiatan pembangunan. Demikian pula halnya dengan Indonesia, penerimaan pajak dimaksud sangat penting bagi pemerintah karena merupakan sumber keuangan negara yang utama. Selain itu, apabila pengusaha tidak bisa bersaing dengan produk dari negara ASEAN lain, penerimaan PPN dalam negeri dan Pph pasal 25/29 juga berpotensi turun akibat menurunnya omset yang didapat oleh perusahaan. Serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia sulit dihindari, pasar tenaga kerja di Indonesia akan semakin diisi dengan angka pengangguran.
Pemerintah harus membuat kebijakan yang responsif terhadap MEA sekaligus berupaya melindungi tenaga kerja di dalam negeri. Salah satu kebijakan yang mungkin  bisa diterapkan oleh pemerintah adalah penerapan pajak bagi TKA. Pemerintah memiliki otoritas untuk memberlakukan pajak tinggi terhadap TKA yang ada di Indonesia. Hal demikian sudah dilakukan oleh beberapa negara untuk melindungi tenaga kerja dalam negeri, seperti Australia yang menerapkan pajak sebesar 45 persen dari penghasilan TKA. Pemerintah Indonesia bisa menggunakan mekanisme seperti itu. Jadi, orang – orang asing yang ingin bekerja di Indonesia akan berfikir kembali dengan pajak yang diterima dari penghasilan TKA tersebut. Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri dapat dikredit kan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan Undang – Undang ini.

II.                ISI
Setiap negara mempunyai Undang – Undang perpajakan sendiri yang fungsinya antara lain, adalah budgetair, artinya untuk menghimpun penerimaan negara dari masyarakat sebagai dana untuk membiayai pembangunan dan keperluan rutin. Selain itu, pajak juga memiliki fungsi mengatur, artinya untuk mendorong kemajuan ekonomi, melalui daya tarik yang lebih besar untuk investasi dan tabungan.
Dari segi kekuatan modalnya, negara – negara di dunia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu “capital exporting countries” dan “capital importing countries”.
Yang disebut “capital exporting countries” adalah negara – negara yang sudah maju sehingga membutuhkan pasar lain sebagai tempat ekspansi bagi modal yang dimilikinya. Sebaliknya “capital importing countries” adalah negara – negara yang kekurangan modal untuk mendorong kegiatan ekonominya, sehingga perlu mengimpor modal sebagai pendorong usahanya. Sistem perpajakan yang berbeda antar dua kelompok tersebut artinya, sistem perpajakan berlainan yang akan meyebab kan terjadinya pengenaan pajak ganda terhadap penghasilan yang sama milik orang atau badan yang sama. Keadaan ini menyebabkan keinginan untuk melakukan investasi di luar negeri akan terhambat. Jika masing – masing negara menerapkan Undang – Undang pajak nasional, tanpa ada usaha untuk mengurangi resiko terjadinya pengenaan pajak ganda, maka setiap kali terjadi arus pemasukan modal dari suatu negara ke negara lainnya, akan timbul bantuan – bantuan antara dua pajak yang berbeda.
Dengan demikian jelaslah bahwa masih ada upaya lain untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis berkepanjangan antara lain dengan memperhatikan perpajakan atas penghasilan dari usaha di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri, karena bila dicermati oleh para pejabat Direktorat Jenderal Pajak hal ini akan memberikan potensi yang cukup besar bagi keuangan negara. Namun, agar pendapat tadi bisa diterima oleh negara lainnya, jadi tidak hanya menguntungkan salah satu pihak saja.
Semakin bertambah luas dan majunya hubungan ekonomi internasinal, semakin perlunya diadakan suatu pajak dari negara –negara yang bersangkutan. Dengan adanya pajak ini maka hak perpajakan masing – masing negara yang terlibat diatur dengan tegas, sehingga kemungkinan terjadinya pengenaan pajak ganda semakin kecil. Pajak yang berbeda ini biasanya disebut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Wajib Pajak Luar Negeri dapat dikenakan pajak di Indonesia bila Wajib Pajak Luar Negeri mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT), artinya bila Wajib Pajak Luar Negeri berusaha di Indonesia sebagai negara sumber source country melalui suatu BUT maka dapat dikenakan pajak di Indonesia.
Seorang akan dikenakan pajak di negara dimana ia berdomisili. Negara yang menganut pengenaan pajak domisili biasanya menganut prinsip “world wide income”, artinya mereka yang berdomisili di negara tersebut akan dikenai pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber di berbagai negara. Seorang subjek pajak akan dianggap sebagai penduduk  dalam negeri apabila memenuhi syarat – syarat tertentu. Syarat – syarat ini tergantung pada Undang – Undang domestik masing – masing negara yaitu Undang – Undang nomor 17 tahun 2000 yang disebut sebagai Undang – Undang pajak penghasilan, yang memberikan definisi Subjek Pajak Luar Negeri dalam pasal 2 ayat (4) .


Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
“Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.”
Padahal banyak perusahaan Jepang yang melakukan pemberian jasa dalam rangka kerjasama teknik dan ekonomi, sehingga dengan demikian banyak perusahaan jasa yang tidak dapat dikenakan pajak karena dianggap tidak mempunyai BUT. Indoneisa – Jepang yang menentukan hak Indonesia sebagai negara sumber untuk memungut pajak atas laba perusahaan Jepang di Indonesia yang paling terbatas, yaitu hanya penghasilan yang benar – benar didapat oleh BUT perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Jadi kalau petugas pajak di Indonesia tidak dapat membuktikan bahwa suatu laba perusahaan yang diperoleh di Indonesia melalui kegiatan BUT di Indonesia, misalnya laba tersebut dinyatakan perusahaan Jepang yang bersangkutan, bahwa laba tersebut diperoleh dari penjualan barang langsung oleh perusahaan Jepang tersebut, maka laba perusahaan Jepang tidak boleh dikenakan pajak di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yang disebut sebagai Attributable Rule.
Ayat (2) mengatakan jika suatu perusahaan dari suatu negara menjalankan usaha di negara lainnya suatu BUT, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba suatu BUT adalah laba yang diperoleh perusahaan lain terpisah atau berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan – kegiatan yang sama dan sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam suasana sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki BUT.
Ayat (3) mencakup juga ayat (4) dan (5) yang menyebutkan bahwa pengurangan biaya yang diperoleh untuk menghitung laba suatu BUT adalah biaya – biaya baik yang dikeluarkan di negara dimana BUT berada di tempat lain. Hal ini menyebabkan perusahaan membuat taksiran tentang berapa kira – kira biaya yang dialokasikan kepada BUT, misalnya berdasarkan perbandingan antar omset dari BUT terhadap keseluruhan operasi perusahaan.
Berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk keseluruhan penghasilan uang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan pengkreditan pajak yang telah dibayar di luar negeri, dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 ditegaskan bahwa pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak dalam negeri adalah pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri.
Yang termasuk dengan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri  adalah pajak atas penghasilan yang terkena dengan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dalam negeri di luar negeri. Sedangkan yang dimaksud dengan pajak di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya : bunga, dividen, dan royalti.
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia. Tetapi hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Contoh :
            PT. Tangkaltabu di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal  Z Inc. di negara X, Z Inc. tersebut pada tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100.000,00. Pajak penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Perhitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut :
Keuntungan Z Inc.                                                      US$ 100.000,00
Pajak penghasilan atas Z Inc. (48%)                           US$   48.000,00   (+)
                                                                                                                        US$ 52.000,00
Pajak atas dividen (38%)                                                                                US$ 19.760,00  (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia                                                                US$ 32.240,00
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang terutang atas PT. Tangkaltabu adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, yaitu sebesar US$ 19.760,00. 
Pajak penghasilan atas Z Inc. sebesar US$ 48.000,00 tidak dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang diterima atas PT. Tangkaltabu, karena pajak sebesar US$ 48.000,00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima oleh PT. Tangkaltabu dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.
            Apabila Wajib Pajak dalam negeri mengalami kerugian di luar negeri, maka dalam menghitung penghasilan kena pajak kerugian di luar negeri tersebut tidak boleh di kurangkan dari penghasilan yang diterima atau di peroleh dari Indonesia.
Contoh perhitungan pengkreditan pajak luar negeri
            PT. Indoprofit di Medan, dalam tahun pajak 2001 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :
a)      Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 1.100.000.000,00.
b)      Penghasilan (laba) di negara Jepang sebesar Rp. 600.000.000,00. Misalnya, tarif pajak yang berlaku 30% sehingga besar pajak yang dibayarkan adalah Rp. 180.000.000,00.
c)      Penghasilan (laba) di negara Inggris sebesar Rp. 400.000.000,00. Misalnya, tarif pajak yang berlaku 40% sehingga besar pajak yang dibayarkan  adalah Rp. 160.000.000,00.
d)     Kerugian di negara Singapura sebesar Rp. 600.000.000,00.
Jawab :
Penghasilan neto di dalam negeri                                                       Rp. 1.100.000.000,00
Penghasilan neto di luar negeri :
Laba Jepang                                        Rp. 600.000.000,00
Laba Inggris                                        Rp. 400.000.000,00
Rugi Singapura                                   Rp.                 -             (+)
Jumlah penghasilan dari luar negeri                                                    Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan kena pajak                                                                       Rp. 2.100.000.000,00
Pajak penghasilan terutang berdasarkan tarif pajak pasal 17 Undang- Undang Pph adalah :
10% x Rp.      50.000.000,00 = Rp.    5.000.000,00
15% x Rp.      50.000.000,00 = Rp.    7.500.000,00
30% x Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 600.000.000,00   (+)
                                                                                                            Rp. 612.500.000,00
Untuk Jepang :
               600.000.000,00           Rp. 612.500.000,00 = Rp. 175.000.000,00
            2.100.000.000,00
            Pajak yang terutang di Jepang sebesar Rp. 180.000.000,00 tetapi jumlah yang dapat di kreditkan di Indonesia adalah sebesar Rp. 175.000.000,00
Untuk Inggris :
               400.000.000,00            Rp. 612.500.000,00 = Rp. 116.666.666,00
            2.100.000.000,00
            Pajak yang terutang di Inggris sebesar Rp. 160.000.000,00 tetapi jumlah yang dapat di kreditkan di Indonesia adalah sebesar Rp. 116.666.666,00
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besarnya pajak terutang yang dapat di kreditkan oleh PT. Indoprofit di Medan terhadap kewajiban pajak nya di Indonesia adalah sebesar Rp. 175.000.000,00 + Rp. 116.666.666,00 = Rp. 291.666.666,00.
 Dengan demikian , maka besarnya pajak yang harus dibayar di Indonesia adalah sebesar Rp. 612.500.000,00 – Rp. 291.666.666,00 = Rp. 320.833.334,00.
Mobil Oil adalah perusahaan kontraktor minyak dan gas bumi yang terkenal dengan nama Production Sharing Contract  yang mempunyai drilling fee di Indonesia. Pada suatu waktu Mobil Oil menerima drilling fee US$ 100juta. Beberapa tahun kemudian drilling fee itu dikembalikan ke kantor pusatnya pada saat harga pengeboran tersebut US$ 125 juta. Apakah keuntungan US$ 25 juta saat mengembalikan drilling fee ke kantor pusat boleh dikenakan pajak di Indonesia atau tidak?  Hal ini ditegaskan dalam pasal 14 ayat (3) yaitu, Deemed Alienation jika BUT menyerahkan harta pada kepada kantor pusatnya maka dianggap sebagai penjualan kepada kantor pusatnya tetapi tidak dikenakan pajak baik sebagai capital gains maupun business income.
Meskipun demikian, sumber – sumber dana yang berasal dari luar negeri tersebut harus dibatasi jumlahnya agar prinsip kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan nasional tetap terjaga. Pembangunan ekonomi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus, dan pemerintah membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan tersebut agar dapat terlaksana sesuai dengan tahap – tahapnya. Oleh karena itu, sering terjadi bahwa hasil dari pemungutan pajak pada suatu periode belum mencukupi untuk membiayai kebutuhan pembangunan pada periode tersebut. Karena peranan pajak yang sedemikian besar dalam pemerintah negara, setiap pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan kekuatan Undang – Undang pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945.
III.             PENUTUP

3.1                      KESIMPULAN
Bahwa pengaruh Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam perpajakan di Indonesia sangat berpengaruh bagi keuangan di Indonesia untuk mensejahtera kan rakyat di Indonesia. Sebab, apabila seorang Wajib Pajak Luar Negeri tidak membayar pajak nya tetapi mempunyai Badan Usaha Tetap (BUT) berlokasikan di Indonesia. Maka, Wajib Pajak Luar Negeri tersebut akan mendapatkan hukuman atau sanksi yang sudah tertulis pada UUD 1945. Kemudian para petugas belum semuanya mendalami tentang perpajakan Internasional. Sehingga mengakibatkan Wajib Pajak Luar Negeri tidak membayar pajak yang sudah tertulis.
3.1                        SARAN
Jadi, bukan hanya untuk Wajib Pajak Luar Ngeri saja yang harus membayar pajak tetapi warga negara itu sendiri juga harus membayar pajak. Karena, pajak itu dari rakyat dan untuk rakyat. Demikian jika seluruh Wajib Pajak dan negeri dan Wajib Pajak luar negeri membayar pajak maka, negara yang mereka tempati akan makmur dan sejahtera dan tidak ada lagi kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di negara tersebut. Semoga seluruh rakyat Indonesia maupun diluar Indonesia diharapkan bisa membatu dan mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak.







REFERENSI
2.      Achmad, Iman. 2001. Pajak Internasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3.      Handaka, Sianita. 2001. Cangkupan Penghasilan dari usaha di Indonesia yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
4.      Barata, Atep Adya., H.M. Jajat Djuhadiat. 2004. Pemotongan – Pemungutan Pajak Penghasilan dan Kredit Pajak Luar Negeri. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo
Sihombing,